
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan melakukan mitigasi resiko pelayaran di Selat Bali, menyusul tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di perairan yang menghubungkan Pulau Jawa dan Bali tersebut.
Corporate Secretary PT. ASDP Indonesia Ferry Shelvy Arifin dalam siaran persnya yang diterima di Jembrana, Bali, Kamis mengatakan, mitigasi resiko antara lain dengan melakukan inspeksi menyeluruh terhadap kapal yang melayani penyeberangan di Selat Bali.
“Inspeksi atau pemeriksaan menyeluruh itu untuk memastikan semua kapal yang beroperasi laik melaut,” katanya.
Menurut dia, dari 54 kapal yang diperiksa oleh Dirjen Perhubungan Laut, sebanyak 45 kapal dinyatakan layak dan mendapat izin kembali melayani penyeberangan di selat yang menghubungkan Pelabuhan Ketapang dan Gilimanuk tersebut.
Izin itu, kata dia, termasuk untuk kapal eks Landing Craft Tank (LCT) meskipun masih terbatas dan dengan pengawasan serta persyaratan yang ketat.
Kapal eks LCT yang mendapat dispensasi terbatas untuk berlayar, kata dia adalah KM. Agung Samudra IX, KM. Jambo VI, KM. Liputan XII, dan KM. Samudra Utama.
Untuk kapal eks LCT yang biasanya mengangkut kendaraan barang itu, Dirjen Perhubungan Laut menerapkan sejumlah aturan antara lain kapal dengan temuan ketidaksesuaian yang minor, pembatasan angkut maksimal 75 persen dari kapasitas kapal dan tidak membawa penumpang maupun kendaraan kecil.
Mengutip pernyataan Dirjen Perhubungan Laut Muhammad Masyhud, dia mengatakan, kebijakan pembatasan jumlah kapal yang berlayar ini bersifat sementara dan sangat penting untuk menjamin keselamatan pelayaran secara menyeluruh.
“Direktorat Jenderal Perhubungan Laut terus melakukan evaluasi dan verifikasi atas kelayakan kapal secara bertahap,” katanya.
Selain itu, menurut dia, PT ASDP Indonesia Ferry memastikan seluruh kendaraan yang diangkut telah melalui proses penimbangan dan pengaturan muatan yang ketat.
Dia mengatakan, hingga Kamis (17/7) pukul 07.00 WIB sebanyak 22 kapal beroperasi di Selat Bali yang terbagi pada empat dermaga Movable Bridge (MB) dan satu dermaga Landing Craft Machine (LCM).
Terkait antrian kendaraan logistik yang di Pelabuhan Ketapang mencapai 15 kilometer, dia mengatakan, hal itu terjadi karena tingginya volume truk barang dan terbatasnya kapal yang dapat beroperasi penuh.
“Kami menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi dan terus melakukan koordinasi intensif bersama Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, serta seluruh pemangku kepentingan untuk mempercepat proses normalisasi layanan,” katanya.
Untuk antrian di Pelabuhan Gilimanuk, informasi yang diperoleh dari Lurah Gilimanuk Ida Bagus Tony Wirahadikusuma Kamis pagi, antrian kendaraan barang mencapai depan masjid Gilimanuk atau sudah berkurang dari hari sebelumnya.