
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN Wihaji menyatakan seluruh kader, Tim Pendamping Keluarga, maupun penyuluh Keluarga Berencana (KB) yang mendistribusikan Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk 3B akan mendapatkan uang pengganti transpor.
“Pendistribusian MBG untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan balita non-PAUD (3B) oleh para kader akan ada uang pengganti transpor dengan rata-rata Rp1 juta per orang,” kata Wihaji dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa.
Wihaji menyampaikan hal tersebut saat berdialog dengan para pejuang KB pada acara Temu Kader dan Penyuluh KB di Kota Malang, Jawa Timur, Selasa.
Ia meminta seluruh kader dan penyuluh KB untuk menggencarkan pendistribusian MBG bagi 3B mengingat angka stunting saat ini masih 19,8 persen, yang artinya ada dua dari 10 balita yang menderita kekurangan gizi kronis, sehingga pemberian MBG pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) menjadi sangat penting.
“Tugas kita mendistribusikan, diambil dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), kemudian dibawa ke ibu hamil, ibu menyusui, dan balita non-PAUD di rumahnya, sebab tidak mungkin mereka ada di posyandu setiap hari,” tuturnya.
Saat ini, terdapat empat SPPG di Kota Malang, dan sebanyak 300 Keluarga Risiko Stunting (KRS) sudah mendapatkan MBG 3B. Pemerintah terus melanjutkan intervensi untuk menekan angka stunting berupa distribusi makanan bergizi, penyediaan air bersih, hingga perbaikan sanitasi seperti pengadaan jamban melalui program Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting).
Untuk menangani stunting, Wihaji juga menekankan perlunya mengurus calon pengantin agar tidak menikah di bawah 19 tahun.
“Dipastikan kata dokter kalau di bawah 19 tahun menikah, pasti melahirkan anak stunting, sedangkan stunting hanya bisa disembuhkan 20 persen dalam periode seribu hari pertama kehidupan. Maka, prioritaskan seribu hari pertama kehidupan di usia bayi hingga berumur dua tahun,” ujarnya.
Mendukbangga juga mengemukakan tentang fenomena perempuan pekerja yang enggan memiliki anak karena khawatir harus keluar dari pekerjaan.
“Sekarang ada sekitar 71 ribu perempuan Indonesia ingin menikah tetapi tidak ingin punya anak. Oleh karena itu, pemerintah menghadirkan Taman Asuh Sayang Anak (Tamasya). Program ini memastikan di setiap perkantoran ada penitipan anak,” tuturnya.