
Sekolah kampung adalah salah satu sekolah non-formal di Kota Jayapura, Papua. Sekolah ini mengajarkan anak-anak tentang berbagai hal yang berbasis kearifan lokal. Sekolah kampung lahir dari Kampung Kayu Batu. Sekolah ini diluncurkan Wali Kota Jayapura Abisai Rollo, pada 21 Juni 2025.
Sekolah kampung bagi masyarakat adat Port Numbay, julukan Kota Jayapura, merupakan bagian dari implementasi Peraturan Daerah (Perda) Kota Jayapura Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pemajuan Kebudayaan Daerah Kota Jayapura, yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Dalam Perda Kota Jayapura Nomor 15 Tahun 2022 tersebut disebutkan juga tentang sekolah kampung. Sekolah kampung sangat jauh berbeda dengan sekolah rakyat program dari Presiden Prabowo Subianto yang mengusung kurikulum nasional.
Di sekolah kampung diajarkan tentang pemajuan budaya yang mencakup bahasa lisan, nyanyian dan tarian tradisional, cagar budaya termasuk permainan tradisional maupun teknologi tradisional.
Fokus sekolah kampung ini untuk meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap kekayaan budaya lokal, membangun karakter generasi muda yang kuat dan berakar pada budaya lokal, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pendidikan, serta menyediakan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan lokal.
Berdasarkan tujuan itulah maka proses pembelajaran di sekolah kampung menggunakan bahasa ibu di masing-masing kampung. Kemudian, sasarannya adalah anak-anak usia 10-18 tahun.
Saat ini sekolah kampung di Kota Jayapura baru ada di Kampung Kayu Batu yang mengajarkan bahasa ibu dari Kampung Kayu Batu serta Kampung Kayu Pulau (Tahima Soroma). Jumlah siswanya 15 orang. Mereka diajari oleh para fasilitator yang sangat mahir dan aktif berbicara menggunakan bahasa lokal kedua kampung tersebut.
Pusat pengetahuan
Sekolah kampung di Kota Jayapura adalah pendekatan pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai dan kearifan lokal masyarakat setempat. Konsep ini dikembangkan untuk meningkatkan akses pendidikan bagi masyarakat di 14 kampung yang ada di Ibu Kota Provinsi Papua tersebut.
Pemerintah Kota (Pemkot) Jayapura menargetkan setiap tahun akan ada sekolah kampung di semua kampung. Pada 2026 pemerintah daerah setempat akan membangun sekolah kampung di Kampung Skouw.
Pendirian sekolah kampung dapat menjadi salah satu solusi efektif untuk melestarikan budaya lokal di Kota Jayapura karena dapat menyediakan pendidikan yang berbasis pada budaya lokal.
Dengan demikian, anak-anak dapat belajar tentang sejarah, tradisi, nilai-nilai budaya lokal, dan meningkatkan kesadaran budaya karena dengan mempelajari budaya lokal, anak-anak dapat meningkatkan kesadaran maupun apresiasi terhadap kekayaan budaya lokal.
Melalui pembelajaran di sekolah kampung juga bisa membantu membangun karakter generasi muda yang kuat dan berakar pada budaya lokal. Selain itu, mendukung pengembangan sumber daya manusia di Kota Jayapura dengan menyediakan pendidikan yang berkualitas berbasis pada kebutuhan lokal.
Wali Kota Jayapura Abisai Rollo mengatakan sekolah kampung sebagai pusat dari berbagai pengetahuan lintas generasi yang memadukan pengetahuan tradisional dan metode modern, sehingga memperkuat identitas masyarakat terhadap budaya dan sejarah lokal.
Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya sekolah kampung dapat membentuk generasi muda yang berkarakter dan bertanggung jawab serta berkontribusi dalam pembangunan daerah yang menyentuh aspek sosial dan budaya.
Maraknya perkembangan teknologi digital dan era media sosial tentu menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi masyarakat dalam menjaga kelestarian budaya lokal sebagai identitas bangsa.
Dengan demikian, untuk melestarikan budaya lokal di Kota Jayapura di antaranya adalah dengan mendirikan sekolah kampung yang bertujuan meningkatkan sumber daya manusia dan membangun karakter generasi muda.
Selarasndengan itu, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Jayapura Grace Linda Yoku mengemukakan sekolah kampung menekankan penggunaan bahasa ibu sebagai bagian utama dalam pembelajaran guna memastikan anak-anak memperoleh bahasa ibu secara alamiah.
Sekolah kampung di Kampung Kayu Batu yang diikuti 15 anak, terdiri tujuh orang dari Kampung Kayu Batu dan delapan orang dari Kampung Kayu Pulau. Mereka sangat antusias dalam mengikuti pembelajaran, sebab materi yang diberikan tidak hanya berupa teori tetapi juga praktik di lingkungan seperti membuat kuliner tradisional dan lukisan-lukisan tradisional.
Sebelum mengajar, para fasilitator terlebih dulu mengikuti bimbingan teknis implementasi sekolah kampung dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Jayapura. Selain itu, membuat rencana penilaian dan pembelajaran untuk diisi sesudah pembelajaran selesai. Ada juga penilaian yang dilakukan para fasilitator meliputi sikap, pengetahuan, dan pengetahuan.
Dalam praktiknya para siswa di sekolah kampung bisa bermain peran dalam upacara adat, mengenal nama-nama benda yang sakral, menghafal ucapan dan mantra.
Sebelum melakukan pertemuan, para fasilitator dan anak-anak akan bersepakat lebih dulu seperti menentukan jam untuk belajar mengingat anak-anak juga masih bersekolah di sekolah formal.